Buku antologi puisi ini disusun sebagai persembahan pada ingatan kita bersama akan Multatuli. Ia lebih dikenal sebagai seorang pengarang prosa, bukan penyair. Namun di dalam prosanya kita temukan juga puisi bangsa yang tertindas: Suasana batin rakyat kecil yang mengalami penjajahan berlapis. Puisi sejarah inilah yang membuat Max Havelaar dengan mudah menjadi rujukan bagi setiap penyair yang mau mengambil posisi kritis terhadap warisan kolonialisme.
Peristiwa dalam puisi-puisi yang terekam dalam buku ini berasal dari perasaan penyair dalam mengenal, mendalami, dan menginterpretasi ulang sosok dan pemikiran Multatuli. Peristiwa masa lalu dan masa kini terjadi dan saling melengkapi antarpenyair. Para penyair dalam antologi ini telah menjadi saksi zaman.
Diharapkan melalui antologi puisi ini, dapat menarik minat masyarakat untuk mengapresiasi puisi, serta memastikan terpeliharanya ekosistem pemajuan kebudayaan. Buku ini masih perlu terus disempurnakan, sehingga terbuka jika ada masukan atau saran dalam upaya pemajuan kebudayaan di Lebak.