Deskripsi
Foto ini mendokumentasikan kunjungan Presiden Sukarno ke Serang pada 9 Juni 1957. Kedatangannya untuk menghadiri sekaligus berpidato dalam rapat raksasa di alun-alun kota Serang. Selain itu, Sukarno juga memberikan ceramah di muka pejabat-pejabat sipil dan militer, wakil-wakil partai serta organisasi di gedung bioskop “Merdeka” pada sore harinya.
Keterangan foto: Ceramah Menteri Petera, M. Hanafi di depan wakil-wakil partai dan organisasi di Serang.
Repro dicetak pada kertas luster.
Detail Koleksi
- No. Inventaris
- Tanggal Inventaris
- No. Registrasi
- Tanggal Registrasi
- Sejarah Benda
- Tempat Pembuatan
- Tempat Diperoleh
K.15.191.R.S/INV.2023
25 Februari 2023
MM.FTO.2023.191
25 Februari 2023
Foto ini mendokumentasikan peristiwa kunjungan Presiden Sukarno ke Serang pada Minggu, 9 Juni 1957. Ia datang untuk menghadiri dan berpidato pada rapat raksasa di alun-alun kota Serang. Pada sore harinya, Sukarno memberikan ceramah di hadapan pejabat-pejabat sipil dan militer, wakil-wakil partai serta organisasi di gedung bioskop “Merdeka”. Menginap semalam, esok paginya sebelum meninggalkan Serang, di halaman muka tempat kediaman residen, diadakan aubade oleh 1.500 murid dari 17 sekolah lanjutan; Sukarno kembali memberikan amanat kepada siswa-siswi di sana.
Pada kunjungan ke Serang, Sukarno melakukan perjalanan iring-iringan menggunakan mobil dari Jakarta pada Minggu pagi, 9 Juni, didampingi Sudibjo (Menteri Penerangan), A. M. Hanafi (Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk Pembangunan, PETERA), dan Chaerul Saleh (Menteri Negara Urusan Veteran) (Het Nieuwsblad voor Sumatra, 5/06/1957).
Dalam pidatonya di hadapan rakyat yang membanjiri alun-alun kota Serang, Sukarno menyinggung tentang hebatnya perjuangan rakyat Banten pada masa lampau yang menentang kekuasaan penjajah: antara lain yang disebutnya, perlawanan yang dipimpin Moh. Arsjad tahun 1887 dan pemberontakan tahun 1926. Oleh sebab itu, kata presiden, kalau sekarang ada golongan-golongan yang bersifat suku-isme dan separatisme, maka itu adalah sebuah pengkhianatan. Dalam hal ini, ia menekankan lagi pentingnya persatuan bagi masyarakat Indonesia (Sin Po, 11/06/1957). Selanjutnya, dijelaskan uraian Pancasila dan program Panitia Karya kabinet Djuanda; presiden menyatakan bahwa dalam 2 atau 3 hari ini Dewan Nasional akan dibentuk. Di samping itu, Sukarno pun mengulangi pidato-pidatonya seperti di tempat lain, seperti mengenai masalah sekitar normalisasi keadaan Republik Indonesia, melanjutkan pelaksanaan pembatalan hasil KMB (Konferensi Meja Bundar), memperjuangkan Irian Barat, dan memperkuat pembangunan. Dikatakannya, bahwa perjuangan Irian Barat gagal karena ada kekacauan-kekacauan dan gerakan separatisme (Kengpo, 11/06/1957).
“Udara Indonesia akhir-akhir ini gegap gempita dengan pelbagai kejadian di daerah yang menyedihkan, dan kejadian-kejadian di pusat, antaranya mengenai konsepsi presiden, pembentukan kabinet Djuanda dan Dewan Nasional, yang semuanya itu menjadi perbincangan orang banyak”, demikian Sukarno yang selanjutnya berkata bahwa saat-saat terakhir ini bersejarah bagi kita, karena semuanya itu dikatakan suatu Umwertung aller Werte, suatu perubahan sama sekali daripada beberapa hal yang menjadi adat kebiasaan kita. Ucapan tersebut dikemukakan dalam ceramahnya di depan para pamong praja, polisi, dan militer dalam lingkungan keresidenan Banten pada sore harinya (Kengpo, 11/06/1957).
Hal lainnya yang dijelaskan presiden pada ceramah ini, yaitu sekitar gonjang-ganjing penerapan sistem ketatanegaraan Indonesia untuk selanjutnya. Ia membantah bahwa akan menjiplak “sistem Uni Soviet dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok)”. Mengenai pembangunan ia tunjukkan baiknya mencontoh RRT, misalnya dalam pembangunan industrinya di Anshan, di mana RRT dalam 2 tahun saja sudah dapat menghasilkan traktor-traktor, rangka pesawat terbang dalam pabrik-pabrik bajanya. Yang baik inilah yang harus dicontoh, katanya. Dalam hal lain, Sukarno menguraikan pula cara melaksanakan ketatanegaraan di Amerika Serikat dan Uni Soviet, yaitu yang satu mendahulukan freedom of speech dan yang satunya lagi mendahulukan freedom from want. Dikatakan oleh presiden bahwa bagi Indonesia, kalau dapat dua-duanya harus dilaksanakan bersama, dan jangan meniru begitu saja dari keadaan luar negeri, tetapi ambillah mana yang baik, bukan yang buruk (Sin Po, 11/06/1957).
Dalam amanatnya kepada murid-murid sekolah pada Senin pagi, Sukarno menganjurkan supaya mereka menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Ia juga mengingatkan bahwa cita-cita yang tinggi itu tidak berarti gila kedudukan, tetapi cita-cita tinggi itu merupakan pengabdian terhadap nusa dan bangsa: “Belajarlah serajin-rajinnya untuk kelak mengabdi kepada negara dan tanah airmu”,
Koleksi foto-foto perjalanan Sukarno ini pernah dipamerkan dalam pameran bertajuk “Soekarno Nyaba Banten” di Museum Multatuli Lebak pada 25 November hingga 10 Desember 2022. Pameran arsip foto ini dihadirkan untuk menunjukkan posisi Banten yang penting dalam konsolidasi massa pasca pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda sejak 1949. Jarak Banten yang tidak terlalu jauh dari ibukota Jakarta, tetapi bekas wilayah kekuasaan Negara Pasundan bentukan Belanda, pastilah membuat Sukarno merasa perlu mengunjungi Banten untuk menguatkan persatuan dan nasionalisme.
Foto ini didapat dari Inventaris Arsip Foto Kementerian Penerangan Jawa Barat (Kempen Jabar) yang saat ini disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dengan kode inventaris JB5702/271. Di belakang foto terdapat keterangan fotografer, bernama Mustari (kemungkinan berasal dari kantor berita Antara). Museum Multatuli Lebak mereplikasi untuk kepentingan pameran.
Serang
Jakarta (ANRI)
- Tahun Masa/Periode
- Tahun Dibuat
- Pembuat
- Cara Diperoleh
- Taksiran Harga
- Ukuran (cm)
Abad ke-20 M
(1957)
2022
Mustari (juru foto)
ANRI (pengganda)
Pembelian
IDR 50.000
P: 17,6 L: 12,5
- Bahan
- Status Cagar Budaya
- Klasifikasi
- Keaslian
- Kondisi Benda
- Lokasi Benda
Kertas luster
Bukan cagar budaya
Foto
Repro/replika
Utuh, baik
Storage