Iti Sebut Museum Multatuli Dibangun sebagai Pusat Literasi dan Informa
- Hendra Permana
- November 14, 2017
- 2 Min Read
Banten Hits – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak kini tengah membangun sebuah museum. Terletak di jantung pusat Kota Rangkasbitung, museum yang dibangun di atas lahan seluas 2.200 meter persegi bekas kantor KPU dan BKD (sebelumnya eks kantor Kewedanan) tersebut akan diberi nama Multatuli.
Multatuli sendiri merupakan nama pena dari Eduard Douwes Dekker, seorang penulis Belanda yang terkenal dengan novelnya Max Havelaar. Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya membantah, museum tersebut dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Multatuli.
“Sama sekali tidak, kami hanya ingin berikhtiar memperkenalkan sejarah kepada generasi muda. Bukan hanya kisah tentang Multatuli, tetapi juga tentang sistim kolonial selama berabad-abad di negara kita ini,” kataIti saat menghadiri Simposium “Para Pembongkar Kejahatan, Multatuli Sukarno, di Museum Nasional, Jakarta Pusat, kemarin.
Iti berharap, keberadaan Museum Multatuli tidak hanya menjadi milik warga Lebak, akan tetapi bisa menjadi milik rakyat Indonesia, bahkan warga dunia yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana kritik Multatuli terhadap perlakukan buruk para penjajah terhadap warga pribumi.
“Sebagai reakasi dari praktik tersebut, akan ditampilkan juga bagaimana rakyat Indonesia, dalam hal ini Banten khususnya rakyat Lebak, melawan dominasi Kolonial Belanda saat itu,” bebernya.
Iti mengaku, museum tersebut akan menerima seluruh koleksi-koleksi yang ada di rumah kelahiran penulis yang pernah menjadi Assisten Residence Kabupaten Lebak tersebut.
“Dalam konsep penataan ruang yang terintegrasi dengan pemerintahan, Alun-alun Rangkasbitung, perpustakaan dan museum ini dalam perspektif Lebak di masa depan, akan memiliki fungsi strategis, diataranya menjadi ikon Lebak bagi Indonesia bahkan Internasional, selain itu bisa menjadi pusat literasi dan informasi sejarah lebak, tempat pelestarian koleksi sejarah dan bisa menjadi alternatif destinasi wisata,” lengkapnya.
Sementara itu, penyelenggara simposium sekaligus pimpinan redaksi Majalah Historia, Bonnie Triyana menjelaskan, karya yang ditulis Eduard Dowes Dekker yang pernah bekerja dan tinggal di Lebak selama 3 Bulan diawal tahun 1856 tersebut, mampu membangkitkan nasionalisme bangsa. Pasalnya kata Bonnie, banyak tokoh yang terinspirasi oleh karya tersebut.
“Kegiatan simposium ini sengaja digelar, salah satu tujuannya untuk menyambut pembangunan Museum Multatuli yang kini sedang berjalan di Rangkasbitung,” jelasnya.
Sumber : Fariz Abdullah